Rabu, 25 November 2015

Berputar Searah Jarum Jam


Di luar hujan. Siapa yang nggak suka musim hujan? Bau petrikor yang menguap dari tanah basah, sungai cemas yang mengalir menyusuri kaca jendela, alunan rindu setiap kali air beradu dengan genting.

Sekitar 1,5 tahun tidak melihat wajahnya. Kini aku melihatnya lagi. Malam itu ada notification line darinya.

Kadang kita tak hentinya meminta waktu, meminta kesempatan lagi kepada orang lain, kepada semesta, bahkan kepada Tuhan. Sebuah kesalahan yang sudah kamu lakukan, jika itu diperbuat tanpa ada unsur kesengajaan, hanya mengikuti kata hati, dan itu salah, maka kamu pasti ingin memperbaikinya sepenuh hati.

Namun apa daya? Waktu itu sudah dirancang Tuhan dan dieksekusi semesta berputar searah jarum jam, atau perputaran jarum jam itu sendiri yang mengikuti arah berjalannya waktu. Entahlah, yang pasti waktu terus berjalan, ke depan. Kata “seandainya” takkan pernah habis terlintas dalam benak seseorang yang sudah melakukan kesalahan, tanpa ia sengaja. Kata tersebut sepertinya bergandengan dengan benda nista bernama penyesalan.

“Kita tak bisa selalu mendapatkan apa yang kita mau di waktu yang kita inginkan. Tuhan lebih tahu. Doamu bukan tidak dikabulkan, hanya saja digantikan dengan yang lebih indah, atau disimpan sampai waktu yang lebih indah.”

0 komentar:

Posting Komentar